By:
Trisa Va
-
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Saya terkejut mendapat sms dari Mba Dhea sore itu. Dia mengajak saya untuk ikut ke acara kopi darat Cendoler Jakarta (C-Jack) di Monas. Ya, tentu saja saya bersedia dan segera minta izin pada suami tercinta. Alhamdulillah beliau mengizinkan. Yesss!
Betapa hari minggu, 25 September 2011 itu sarat dengan pengalaman. Memasuki gerbang monas, aura perjuangan mulai terasa. Kami tak menemukan seorangpun cendoler di sana. Bertubi-tubi Lina Wijaya, sang ketua, mengirimkan sms ke Mba Dhea bahwa mereka menunggu di patung kuda yang ada orangnya. What? Patung kuda? Kami malah sudah berkeliling monas selama hampir satu jam, berharap Lina dan Airi Hamida, sang sekretaris, segera datang.
Putar-putar... putar-putar... akhirnya, kami menemukan patung yang dimaksud. Masya Allah... itu kan patung Pangeran Diponegoro? Dan... dan.. Ah, sudahlah. Akhirnya kami menyejukkan diri di pinggir kolam yang ada di sana.
Mba Qadriea datang tergopoh-gopoh sambil komat-kamit entah menyebutkan apa. Yang pasti dia sudah kecapean keliling-keliling monas sendirian. Tak lama sesudahnya mulailah berdatangan cendolers lainnya. Ada Aiu, Mba Vero, Titis,dkk, Lina, Airi, Fitri, dan hm... siapa, ya? Saya lupa namanya, yang pasti pokoknya mereka semua keren, deh.
Di tengah keceriaan itu tau-tau datang seseorang yang menjajakan kopi lengkap dengan kardusnya, semua menoleh, "Kyaaaaaa....... Mas Garaaaaaa?????" Maaf, teriakan-teriakan itu tak mungkin terbendung. Heboh. Apalagi setelah itu Si Jadoel datang, Ben Santoso dan temannya juga.
Lantas acara dimulai. Semua saling berkenalan. Waaaooo... saya terpukau. Tak menyangka punya teman-teman sehebat mereka. Mas Gara yang penulis novel sejarah terkenal, Fitri yang penulis skenario (dan saat itu dalam rangka syuting di Mekar Sari), Mba Shinta Handini dan putrinya Muthia yang udah nulis buku-buku keren, Bunda Adriana yang punya segudang pengalaman seru yang nggak pernah bikin bosen walau diceritain berkali-kali dan pastinya Bekti yang hebohnya nggak habis-habis. Adaaa aja yang dijadiin objek sama dia. Huuuffhh.
Betapa hari minggu, 25 September 2011 itu sarat dengan pengalaman. Memasuki gerbang monas, aura perjuangan mulai terasa. Kami tak menemukan seorangpun cendoler di sana. Bertubi-tubi Lina Wijaya, sang ketua, mengirimkan sms ke Mba Dhea bahwa mereka menunggu di patung kuda yang ada orangnya. What? Patung kuda? Kami malah sudah berkeliling monas selama hampir satu jam, berharap Lina dan Airi Hamida, sang sekretaris, segera datang.
Mba Qadriea datang tergopoh-gopoh sambil komat-kamit entah menyebutkan apa. Yang pasti dia sudah kecapean keliling-keliling monas sendirian. Tak lama sesudahnya mulailah berdatangan cendolers lainnya. Ada Aiu, Mba Vero, Titis,dkk, Lina, Airi, Fitri, dan hm... siapa, ya? Saya lupa namanya, yang pasti pokoknya mereka semua keren, deh.
Di tengah keceriaan itu tau-tau datang seseorang yang menjajakan kopi lengkap dengan kardusnya, semua menoleh, "Kyaaaaaa....... Mas Garaaaaaa?????" Maaf, teriakan-teriakan itu tak mungkin terbendung. Heboh. Apalagi setelah itu Si Jadoel datang, Ben Santoso dan temannya juga.
Lantas acara dimulai. Semua saling berkenalan. Waaaooo... saya terpukau. Tak menyangka punya teman-teman sehebat mereka. Mas Gara yang penulis novel sejarah terkenal, Fitri yang penulis skenario (dan saat itu dalam rangka syuting di Mekar Sari), Mba Shinta Handini dan putrinya Muthia yang udah nulis buku-buku keren, Bunda Adriana yang punya segudang pengalaman seru yang nggak pernah bikin bosen walau diceritain berkali-kali dan pastinya Bekti yang hebohnya nggak habis-habis. Adaaa aja yang dijadiin objek sama dia. Huuuffhh.