inspired by a true story...
Trisa Arlim, dkk
Malam semakin mencekam. Dentingan jam weker di meja kamar Nova kian membahana. Tak ada bunyi-bunyian lain yang bisa didengarnya selain jam weker kesayangannya itu. Pikirannya terbang melayang menjemput wajah seorang teman yang sudah lama tak bersua dengannya.
Mardi. Nama itu begitu membuat Nova amat terkenang. Mereka memang bukan teman dekat atau semacamnya. Namun pemuda itu telah membuat Nova merasa bahwa mereka adalah bagai sahabat. Bukan sahabat biasa, karena kata sahabat biasanya teruntuk bagi mereka yang sering berkomunikasi atau sering bertemu bahkan yang saling banyak mengetahui hal-hal yang kadang tak terdeteksi.
Ini sungguh berbeda. Memang mereka juga kerap ada dalam ruang yang sama diantara puluhan orang lainnya, namun belum pernah ada komunikasi yang terlalu dekat atau saling mengetahui terlalu dalam hingga akhirnya mereka kerap melakukan perjalanan bersama ke sebuah kota wisata. Perjalanan itu sangat menghanyutkan perasaan Nova. Dengan beranggotakan setidaknya 6 backpackers, perjalanan itu menjadi sangat menyenangkan. Apalagi diwarnai oleh kompetisi makan kuaci.
Lalu kenapa harus Mardi? Kenapa bukan Loza, Riko, Amnol atau Dono yang hinggap dibenak Nova sekarang?
Mungkin Mardi takkan pernah tau soal ini. Mardi yang dulu berkecukupan (cukup peduli, cukup antusias, cukup mampu berbagi waktu bahkan cukup sering mengalah), sudah tak punya kesempatan untuk seperti dulu lagi. Ia saat ini telah disibukkan dengan sebuah tugas 'rahasia' dunia dan akhirat.
Disaat Loza, Riko dan Dono masih bisa merespon hal-hal kecil tentang Nova, Mardi tak punya waktu lagi untuk menggubris apapun dari seseorang yang telah merasa menjadi sahabatnya itu.
Mardi.... kamu harus bertanggung jawab.